Pengertian dan Tujuan
Imunisasi.
Imunisasi
adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu, sedangkan
yang dimaksud dengan vaksin adlah suatu obat yang diberikan untuk membantu
mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibody.
Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit (Theophilus, 2007).
Imunisasi adalah suatu cara untuk
memberikan kekebalan kepada seseorang secara Aktif terhadap penyakit menular
(Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga
bila kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh,2008).
Imunisasi berasal dari kata imun,
kebal atau resisten, jadi imunisasi adalah cara untuk menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit
ringan. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk
mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes RI, 2005).
Imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah pemberian imunisasi
BCG 1x, Hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1
tahun.
Tujuan dari pemberian imunisasi
untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit
tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2011). Memberi
kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menureunkan kematian dan kesakitan
serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
Respon
Imun pada Imunisasi
Pemberian vaksin sama dengan
pemberian antigen pada tubuh. Jika terpajan oleh antigen, baik secara alamiah
maupun melalui pemberian vaksin, tubuh akan bereaksi untuk menghilangkan
antigen tersebut melalui sistem imun. Secara umum, sistem imun dibagi menjadi
2, yaitu sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik.
1.
Sistem imun
non-spesifik
Sistem imun non-spesifik merupakan
mekanisme pertahanan alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan dapat
ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen. Sistem imun
non-spesifik meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen,
lisozim, dan interferon. Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertama
yang harus dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Jika sistem
imun non-spesifik tidak berhasil menghilangkan antigen, barulah sistem imun
spesifik berperan.
2.
Sistem imun spesifik
Sistem imun spesifik merupakan
mekanisme pertahanan adaptif yang didapatkan selama kehidupan dan ditujukan
khusus untuk satu jenis antigen. Sistem imun spesifik diperankan oleh sel T dan
sel B. Pertahanan oleh sel T dikenal sebagai imunitas selular, sedangkan
pertahanan oleh sel B dikenal sebagai imunitas humoral. Imunitas seluler
berperan melawan antigen di dalam sel (intrasel), sedangkan imunitas humoral
berperan melawan antigen di luar sel (ekstrasel). Dalam pemberian vaksin,
sistem imun spesifik inilah yang berperan untuk memberikan kekebalan terhadap
satu jenis agen infeksi, melalui mekanisme memori.
Di dalam kelenjar getah bening
terdapat sel T naif, yaitu sel T yang belum pernah terpajan oleh antigen. Jika
terpajan antigen, sel T naif akan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel
memori. Sel efektor akan bermigrasi ke tempat-tempat infeksi dan mengeliminasi
antigen, sedangkan sel memori akan berada di organ limfoid untuk kemudian
berperan jika terjadi pajanan antigen yang sama. Sel B, jika terpajan oleh
antigen, akan mengalami transformasi, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel
plasma yang akan memproduksi antibodi. Antibodi akan menetralkan antigen
sehingga kemampuan menginfeksinya hilang.
Proliferasi dan diferensiasi sel B
tidak hanya menjadi sel plasma tetapi juga sebagian akan menjadi sel B memori.
Sel B memori akan berada dalam sirkulasi. Bila sel B memori terpajan pada
antigen serupa, akan terjadi proses proliferasi dan diferensiasi seperti semula
dan akan menghasilkan antibodi yang lebih banyak. Adanya sel memori akan
memudahkan pengenalan antigen pada pajanan yang kedua. Artinya, jika seseorang
yang sudah divaksinasi (artinya sudah pernah terpajan oleh antigen) terinfeksi
atau terpajan oleh antigen yang sama, akan lebih mudah bagi sistem imun untuk
mengenali antigen tersebut. Selain itu, respon imun pada pajanan yang kedua
(respon imun sekunder) lebih baik daripada respon imun pada pajanan antigen
yang pertama (respon imun primer). Sel T dan sel B yang terlibat lebih banyak,
pembentukan antibodi lebih cepat dan bertahan lebih lama, titer antibodi lebih
banyak (terutama IgG) dan afinitasnya lebih tinggi. Dengan demikian, diharapkan
sesorang yang sudah pernah divaksinasi tidak akan mengalami penyakit akibat
pajanan antigen yang sama karena sistem imunnya memiliki kemampuan yang lebih
dibanding mereka yang tidak divaksinasi. (Yusie, 2009)
Jenis-Jenis
Imunitas dan Imunisasi
Menurut (Muscari, Mary
E. 2005), jenis imunitas terdiri dari:
1. Aktif
didapat secara alami. System kekebalan membuat antibody setelah terpajan
penyakit.
2. Pasif
didapat secara alami. Antibody terhadap penyakit didapat secara pasif dan
alamiah (mis., melalui plasenta dan kolostrum).
3. Aktif
didapat secara buatan. Diberikan atau diinjeksikan secara medis substansi yang
menstimulasi respons imun melawan penyakit tertentu.
4. Pasif
didapat secara buatan. Antibodi diinjeksikan untuk memberikan kekebalan tanpa
menstimulasi respons imun.
Menurut
(Muscari, Mary E. 2005), jenis imunisasi terdiri dari:
1) Kuman
yang dilemahkan
a. Kuman
pathogen diberikan zat-zat kimia atau panas untuk mengurangi virulensinya,
tetapi tidak membunuh organism tersebut.
b. Contoh-contoh
dari imunitas ini antara lain vaksin campak, gondong, rubella (MMR, measles,mumps, rubella) dan vaksin polio
oral (OPV, Sabin).
2) Kuman
terinaktivasi
a. Toksoid
(misal. Tetanus, difteri) merupakan bakteri eksotoksin yang telah dilumpuhkan
dengan formalin atau panas sehingga membentuk agens nontoksik (terinaktivasi),
tetapi masih tetap antigen.
b. Vaksin
virus terinaktivasi (misal virus polio terinaktivasi [IPV, Salk], pertunis,
Hib, HB) dipakai untuk membunuh organism virus, atau bagian-bagian organisme, untuk
menghasilkan kekebalan.
3) Imunoglobin
a. Imunoglobin
(IG) atau immunoglobulin intravena (IVIG, intravenous immune globulin)
merupakan larutan yang mengandung antibody dari kumpulan besar plasma darah
manusia. Imunoglobulin terutama digunakan untuk mempertahankan kekebalan
individu yang mengalami defisiensi si imun dan untuk imunitas pasif melawan
campak dan hepatitis A.
b. Imunoglobulin
spesifik merupakan preparat khusus yang diperoleh dari praseleksi kumpulan
donor dengan kandungan tinggi antibody untuk melawan antigen spesifik. Sebagai
contoh termasuk immunoglobulin varisela-zoster, immunoglobulin hepatitis B,
immunoglobulin tetanus, dan immunoglobulin virus sinsitial pernapasan (RSP, respiratory syncytial virus, atau
Respigram).
c. Kontraindikasi
pengguna meliputi hipersensitivitas, belum ada kepastian aman bagi kehamilan.
d. Efek
sampingnya termasuk nyeri, nyeri tekan, kekakuan otot pada satu sisi, dan
kemungkinan reaksi sistemik seperti sakit kepala, nyeri dada, pusing, seperti
mau pingsan (light headedness), mual,
urtikaria, dan arthralgia (Muscari, Mary E. 2005).
Hal-Hal
yang perlu diperhatikan dalam imunisasi
1. Tata
Cara Pemberian Imunisasi
Program
imunisasi menuntut suatu mutu pelayanan yang berkualitas untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan dari imunisasi. Program imunisasi harus
memperhatikan prosedur pemberian imunisasi yang benar. Prosedur imunisasi
dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin, mempersiapkan anak dan orang tua,
tekhnik penyuntikan yang aman, pencatatan, pembuangan limbah, serta tekhnik
penyimpanan dan penggunaan vaksin yang benar.
Dengan prosedur yanng baik dan benar,
maka diharapkan akan diperoleh kekebalan yang optimal, penyuntikan yang aman,
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang minimal, serta pengetahuan dan
kepatuhan orang tua terhadap jadwal-jadwal imunisasi.
Sebelum memulai proses imunisasi,
menurut Yusie, 2009 dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut :
a. Memberitahukan
secara rinci mengenai resiko imunisasi dan resiko apabila tidak melakukan
imunisasi.
b. Periksa
kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya apabila terjadi reaksi
ikutan yang tidak diharapkan.
c. Baca
dengan teliti informasi mengenai apa yang diberikan dan juga perlu mendapatkan
persetujuan dari orang tua.
d. Tinjau
kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan diberikan
e. Periksa
identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik apabila diperlukan.
f. Periksa
jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
g. vaksin
yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal
kadaluarsa dan adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
h. Vaksin
yang diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar
imunisasi yang tertinggal apabila diperlukan.
i. Berikan
vaksin dengan tekhnik yang benar. Hal ini meliputi pemilihan jarum suntik,
sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin.
2. Prosedur imunisasi
a. Sebelum
imunisasi
1) Penyimpanan
dan transportasi vaksin (rantai vaksin)
Vaksin terdiri dari vaksin hidup dan
vaksin inaktif yang memiliki ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap
perubahan suhu. Maka dari itu perlu diperhatikan syarat-syarat penyimpanan dan
transportasi vaksin untuk menjamin potensinya ketika diberikan kepada seorang
anak. Apabila syarat-syarat tersebut tidak diperhatikan, maka vaksin mudah
rusak atau kehilangan potensinya untuk merangsang kekebalan tubuh, bahkan dapat
menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang tidak diharapkan. Untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan, dibutuhkan pemahaman mengenai ketahanan
vaksin terhadap perbedaan suhu dan pemahaman rantai vaksin (cold chain). Rantai
vaksin adalah rangkaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan
menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan prosedur untuk menjamin kualitas
vaksin sejak dari pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri
dari proses penyimpanan vaksin di kamar beku, di lemari es, di dalam alat
pembawa vaksin, pentingnya alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu.
Secara umum, semua vaksin sebaiknya
disimpan pada suhu +2°C sampai dengan +8°C. Diatas suhu +8°C, vaksin hidup akan
cepat mati. Vaksin polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak yang
belum dilarutkan mati dalam waktu 7 hari. Vaksin polio oral yang belum dibuka
dapat bertahan lebih lama jika disimpan pada suhu 25°C sampai 15°C, namun
hanya bertahan selama 6 bulan pada suhu +2°C sampai dengan +8°C. Berbeda dengan
vaksin BCG dan campak, walaupun kedua vaksin ini disimpan di tempat dengan suhu
yang lebih rendah, umur vaksin tersebut tidak lebih lama, BCG tetap 1 tahun dan
campak 2 tahun. Maka dari itu, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan
tidak perlu disimpan pada suhu 25°C sampai dengan 15°C. Vaksin inaktif
sebaiknya disimpan pada suhu +2°C sampai dengan +8°C. Pada suhu dibawah +2°C
(beku) vaksin inaktif akan cepat rusak dan akan bertahan lebih lama apabila
vaksin inaktif ditempatkan pada suhu diatas +8°C. Vaksin DPT, DT, dan TT akan
rusak dalam waktu 1,5 – 2 jam apabila dibekukan dalam suhu 5°C sampai 10°C
tetapi dapat bertahan hingga 14 hari dalam suhu diatas +8°C (Yusie, 2009).
2) Kualitas
vaksin
Syarat vaksin yang baik
antara lain : disimpan di dalam lemari pendingin atau freezer dalam suhu
tertentu, transportasi vaksin di dalam kotak dingin atau termos yang tertutup rapat,
tidak terendam air, terlindung dari sinar matahari langsung, dan belum melewati
tanggal kadaluarsa. Warna dan kejernihan beberapa vaksin dapat menjadi
indikator praktis untuk menilai stabilitas suatub vaksin. Vaksin polio harus
berwarna kuning oranye. Bila warnanya berubah menjadi pucat atau merah berarti
pH nya telah berubah sehinggs tidak stabil dan tidak boleh diberikan kepada
pasien. Vaksin toksoid, rekombinan, dan polisakarida berwarna putih jernih dan
sedikit berkabut. Apabila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah pernah
beku dan tidak boleh digunakan karena sudah rusak (Yusie, 2009).
b. Saat
imunisasi
1) Pengenceran
vaksin
Vaksin kering yang beku harus
diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam periode waktu
tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa tanda-tanda
kerusakan warna dan kejernihan. Jarum dengan ukuran 21 yang steril digunakan
untuk mengencerkan dan jarum dengan ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan
menyuntikkan vaksin (Yusie, 2009).
2) Pembersihan
Kulit
a)
Tempat suntikan harus
dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan.
b)
Setelah dibersihkan,
alkohol dan agen disinfektan lainnya menunggu sampai menguap sebelum melakukan
injeksi vaksin karena apabila belum menguap, dapat menginaktivasi sediaan
vaksin hidup. Air bersih juga dapat digunakan apabila agen pembersih lainnya
tidak tersedia.
3) Pemberian
suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan
melalui suntikan intramuscular atau subkutan dalam. Kecuali Oral Polio Vaccine
(OPV) yang diberikan secara peroral dan Bacille Calmete Guerin (BCG) yang
diberikan dengan suntikan intradermal (dalam
kulit).
4) Tekhnik
Standar dan Ukuran Jarum
Petugas yang melaksanakan vaksinasi
harus memahami tekhnik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin, untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dan trauma akibat suntikan yang salah.
Setiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan jarum yang baru, sekali
pakai dan steril. Tabung suntik an jarum yang sudah dipakai, harus dibuang
dalam tempat tertutup yang diberi label tidak mudah robek dan bocor untuk
menghindari luka tusukan dan pemakaian ulang. Tempat pembuangan jarum suntik
bekas harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
Standar jarum suntik berukuran 23 dengan
panjang 25 mm. Akan tetapi, ada perkecualian antara lain :
a) Bayi
yang berumur kurang dari 1 bulan, umur 2 bulan atau yang lebih muda dan
bayi-bayi kecil lainnya, digunakan jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
b) Suntikan
subkutan pada lengan atas, digunakan jarum ukuran 25 dengan panjang 16 mm,
untuk bayi-bayi kecil digunakan jarum ukuran 27 dengan panjang 12 mm.
c)
Suntikan intramuscular
pada orang dewasa yang sangat gemuk digunakan jarum ukuran 23 dengan panjang 38
mm.
d)
Suntikan intradermal pada vaksinasi BCG digumakam
jarum ukuran 25-27 dengan panjang 10 mm.
5) Tempat
suntikan yang dianjurkan
Pada anterolateral merupakan bagian
tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak-anak yang berumur di
bawah 12 bulan. Sedangkan regio deltoid merupakan alternative untuk vaksinasi
pada anak-anak yang lebih besar (yang sudah berjalan) dan orang dewasa.
a) Suntikan
Sub Kutan
Jaringan subkutan dapat
ditemukan pada semua tubuh. Tempat yang biasanya untuk pemberian vaksin dengan
cara ini adalah paha (untuk bayi kurang dari usia 12 bulan) dan otot deltoid
(untuk orang yang usianya lebih dari 12 bulan). Berikut ini merupakan tahap
cara penyuntikan sub kutan :
1. Ikuti
pedoman pemberian pengobatan standar untuk penilaian atau pemilihan tempat dan
persiapan tempat
2. Hindari
penetrasi pada otot dengan menjepit ke atas jaringan lemak dan memasukkan jarum
dengan sudut 45° dan memasukkan vaksin ke dalam jaringan
3. Lepaskan
jarum dan berikan tekanan yang ringan pada tempat injeksi untuk beberapa lama
dengan bola kapas kering atau gauze (Snohomish, 2011)
a) Suntikan
intramuscular
Injeksi intramuskular
diberikan ke dalam jaringan otot dibawah jaringan dermis dan subkutan. Meskipun
ada beberapa tempat injeksi intramuscular pada tubuh, tempat yang dianjurkan
untuk injeksi intramuscular untuk pemberian vaksin adalah otot deltoid (lengan
atas) dan otot vastus lateralis (paha anterolateral). Tempat bergantung pada
usia individu dan tingkat perkembangan otot. Untuk bayi kurang dari usia 12
bulan, otot vastus lateralis adalah tempat yang direkomendasikan untuk
vaksinasi intramuscular (Snohomish, 2011).
Berikut
ini merupakan tahap cara penyuntikan intramuscular :
1.
Ikuti pedoman standar
pemberian medikasi untuk pemilihan dan persiapan tempat.
2.
Hindari injeksi ke
dalam jaringan subkutan, regangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk,
setelah itu isolasi otot. Teknik yang lain, paling banyak dipratekkan pada
pasien anak dan orang tua adalah menggenggam jaringan dan mengangkat otot.
3.
Masukkan seluruh jarum
ke dalam otot dengan sudut 90° dan masukkan vaksin ke dalam jaringan.
4.
Lepaskan jarum dan
berikan tekanan ringan beberapa lama dengan bola kapas yang kering atau gauze
(Snohomish, 2011).
Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun
kombinasi. Contoh kemasan vaksin tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib,
campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi : DPT (Diptheri, Pertusis, Tetanus),
MMR (campak, gondong, campak jerman), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio
suntik). Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan bersamasama, aman
dan proteksinya memuaskan, misalnya:
1)
Vaksin BCG bersama cacar
2)
Vaksin BCG bersama polio
3)
Vaksin BCG bersama Hepatitis B
4)
Vaksin DPT bersama BCG
5)
Vaksin DPT bersama polio
6)
Vaksin DPT bersama hepatitis B
7)
Vaksin DPT bersama polio dan campak
8)
Vaksin DPT bersama MMR
9) Vaksin campak bersama
polio (Probandari, 2013)
1.
Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun
telah dilemahkan.
Penyimpanan :lemari
es, suhu 2-8º C
Dosis
:0.05 ml
Kemasan
:sampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)
Masa kadaluarsa :satu
tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi :biasanya tidak demam
Efek samping :jarang
dijumpai, bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang
terbatas dan biasanya menyem-buh sendiri walaupun lambat
Indikasi kontra :tidak
ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau uji mantoux positif
dan adanya penyakit kulit berat/menahun (Probandari,
2013)
2.
Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)
Negara Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal
khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin
diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan (toksoid),
biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk
vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.
Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus,
yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada
tiga kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan
kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman
Bordetella pertusis yang telah dimatikan.
Penyimpanan :
lemari es, suhu 2-8º C
Dosis : 0.5 ml, tiga kali
suntikan, interval minimal 4 mg
Kemasan : Vial 5 ml
Masa Kadaluarsa :
2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada tabel)
Reaksi imunisasi :demam
ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari
Efek samping :Gejala-gejala
yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan.
Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau
kejang, yang biasanya disebabkan unsur pertusisnya.
Indikasi kontra :Anak
yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak yang
diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita
penyakit
gangguan kekebalan. Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan
kotra indikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter (Probandari,
2013).
3.
Vaksin Poliomielitis
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang
masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang
mengandung virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara
injeksi, (2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan
(sabin), cara pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih
banyak dipakai di Indonesia.
Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20º C
Dosis :
2 tetes mulut
Kemasan :
vial, disertai pipet tetes
Masa kadaluarsa :
OPV : dua tahun pada suhu -20°C
Reaksi imunisasi :biasanya tidak ada, mungkin pada
bayi ada berak-berak ringan
Efek samping :hampir
tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota gerak seperti polio sebenarnya.
Kontra Indikasi :
diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan (Probandari,
2013).
4.
Vaksin Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan.
Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun
ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan
rubella (campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan :Freezer,
suhu -20º C
Dosis :setelah dilarutkan,
diberikan 0.5 ml
Kemasan :vial
berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml (aquadest)
Masa kadaluarsa :2 tahun setelah tanggal pengeluaran
(dapat dilihat
pada
label)
Reaksi imunisasi :biasanya
tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit bercak merah
pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau
pembengkakan pada tempat penyuntikan. Efek samping :sangat jarang, mungkin
dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah
penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi angka
kejadiannya sangat rendah.
Kontra Indikasi :sakit
parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan
kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil
(Probandari, 2013).
5.
Vaksin Hepatitis B
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali
dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara
suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda
tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu
hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin
dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
Reaksi imunisasi :nyeri
pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas atau pembengkakan. Akan
menghilang dalam 2 hari.
Dosis :0.5 ml sebanyak 3
kali pemberian
Kemasan :HB PID
Efek samping :selama
10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti
Indikasi
kontra :anak yang sakit berat
(Probandari,2013).
6.
Vaksin DPT/ HB (COMBO)
Imunisasi
penting untuk mencegah penyakit berbahaya salah satunya adalah imunisasi DPT (Diphteria,
Pertussis, Tetanus). Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus (A. Aziz, dikutip
dalam jurnal LPPM ASKES, 2012).
Dosis :0.5 ml sebanyak 3
kali
Kemasan Vial 5 ml
Efek samping :gejala
yang bersifat sementara seoerti lemas, demam, pembengkakan dan kemerahan daerah
suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas,
meracau yang terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat
ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari
Kontra indikasi :gejala
keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada
saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis, hipersensitif terhadap komponen
vaksin, penderia infeksi berat yang disertai kejang (Probandari,
2013).
Pengelolaan
Vaksin
Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam
penyimpanan maupun saat transportasi ke tempat lain, supaya tetap memiliki
potensi yang baik (imunogenisitas tinggi). Perlu diketahui, bahwa vaksin adalah
produk biologis yang sentitif terhadap perubahan suhu. Ada vaksin yang sensitif
terhadap panas misalnya vaksin polio, campak dan BCG. Ada vaksin yang sensitif
terhadap pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TT dan DT. Namun secara
umum, semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio,
campak dan BCG akan lebih mudah rusak pada paparan panas bila dibanding vaksin
hepatitis B, DPT, DT dan TT. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat
penyimpanan vaksin. Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk
diperhatikan. Faktor yang dapat merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu
dan kelembaban. Efektifitas vaksin di Indonesia selalu dimonitor oleh badan POM
dengan mengambil sampel secara acak, atau dengan alat Vaccine Vial Monitor/
VVM, yaitu sejenis stiker yang ditempelkan pada botol vaksin. Bila vaksin rusak
maka VVM akan berubah warna, namun karena mahal, belum semua vaksin ditempel
VVM (Probandari, 2013).
C. Program Imunisasi di
Indonesia
Indonesia, program imunisasi
diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah,
bertanggungjawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur
serta tatacara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi
dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta
dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan
yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Di Indonesia pelayanan
imunisasi dasar/ imunisasi rutin dapat diperoleh pada :
1)
Pusat pelayanan
yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu,
Rumah Sakit atau Rumah Bersalin
2)
Pelayanan di
luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat
diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional,
atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
3)
Imunisasi rutin
juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau
rumah sakit swasta.
Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :
a.
Undang-undang
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b.
Undang-undang
No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c.
Undang-undang
No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
b.
Undang-undang
No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
c.
Keputusan Menkes
No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
d.
Keputusan Menkes
No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan
Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) (Probandari, 2002).
Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :
A.
Program
imunisasi
Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah
Indonesia. Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di bawah umur satu tahun,
wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil
dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan imunisasi dasar,
sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur disebut
dengan imunisasi lanjutan. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi,
pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT
(Difteri Tetanus), campak dan Tetanus Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita
usia subur diberikan Tetanus Toksoid. Pada kejadian wabah penyakit tertentu di
suatu wilayah dan waktu tertentu maka Imunisasi tambahan akan diberikan bila
diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi
tambahan sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu
dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi
Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi campak pada anak sekolah(Probandari,
2002)..
B. Program imunisasi Meningitis Meningokus
Seluruh calon/jemaah haji dan umroh, petugas Panitia
Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia
yang bertugas menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/
debarkasi.
C. Program imunisasi Demam Kuning
Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi
dibawah 9 bulan dan ibu hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke
negara yang dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan
oleh WHO yang selalu di update).
D. Program
imunisasi Rabies
Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan
yang berindikasi rabies, terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun terakhir
pernah ada kasus klinis, epidemiologis, dan laboratoris dan desa-desa
sekitarnya dalam radius 10 km).
Kebijakan dan
Strategi:
a.
Program Imunisasi
1) Kebijakan
·
Penyelenggaraan
imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan
mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait
·
Mengupayakan
pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat
maupun sasaran wilayah
·
Mengupayakan
kualitas pelayanan yang bermutu
·
Mengupayakan
kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu
·
Perhatian khusus
diberikan pada wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah
sulit secara geografis
2) Strategi
·
Memberikan akses
(pelayanan) kepada masyarakat
·
Membangun
kemitraan dan jejaring kerja
·
Menjamin
ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin da alat suntik
·
Menerapkan
sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan
serta tindakan perbaikan
·
Pelayanan
imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih
·
Pelaksanaa
sesuai standar
·
Memanfaatkan
perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien
·
Meningkatkan
advokasi, fasilitasi dan pembinaan
b. Program
imunisasi Meningitis Meningokokus
Sesuai International Health regulation setiap
calon jemaah haji harus sudah diimunisasi Meningitis Meningokokus, dengan
dibuktikan International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku
maksimal 2 tahun. Kekebalan terjadi 2 minggu setelah penyuntikan.
c.
Program imunisasi demam kuning
Sesuai International Health Regulation setiap
orang yang masuk Indonesia berasal atau melewati daerah diduga terjangkit demam
kuning serta daerah terjangkit telah diimunisasi demam kuning, yang dibuktikan
dengan International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku, masa
berlaku 10 tahun. Kekebalan terjadi 10 hari setelah penyuntikan.
d.
Program imunisasi Rabies
1) Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan pada
seluruh kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga
kemungkinan kematian akibat rabies dapat dicegah
2) Pemberdayaan Puskesmas dalam penatalaksanaan kasus
gigian yaitu cuci setiap luka gigitan akibat digigit hewan penular rabies
dengan menggunakan sabun/ detergen selama 10-15 menit pada air mengalir,
kemudian dibilas dengan alkohol atau betadine.
Negara Indonesia, untuk pelayanan kesehatan
pemerintah, vaksin yang termasuk dalam program imunisasi dasar diberikan secara
gratis, kadang-kadang di beberapa unit pelayanan kesehatan hanya membayar kartu
masuk puskesmas atau rumah sakit tergantung pada kebijakan daerah. Vaksin yang
termasuk program imunisasi dasar adalah: Hepatitis B, Diptheri, Pertusis,
Tetanus, polio, BCG dan vaksin campak. Untuk vaksin yang tidak termasuk program
imunisasi dasar, seperti HiB, Pneumoni, MMR maka harus membayar vaksin yang
diberikan. Untuk pelayanan swasta, bila vaksin bukan berasal dari vaksin
pemerintah maka yang bersangkutan harus membayar biaya vaksin dan konsultasi pada
pihak swasta(Probandari, 2002).
Menurut
Wahab (2002), imunisasi yang diwajibkan
di Indonesia :
1. BCG
2. Hepatitis
B
3. DPT
4. Polio
5. Campak
Sedangkan
imunisasi yang dianjurkan di Indonesia antara lain:
1. MMR
(Measles, Mumps, Rubela) : memberi kekebalan aktif terhadap campak, gondok dan
rubela
2. Hib
(Haemophilus influenza tipe B) : memberi kekebalan terhadap bakteri Hib yang
dapat menyebabkan meningitis
3. Varisela:
memberi kekebalan aktif terhadap cacar air
4. Hepatitis
A : memberi kekebalan secara simultan terhadap infeksi virus hepatitis A
5. Demam
tipoid: memberi kekebalan aktif terhadap penyakit demam tipoid
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-denpasar-bali/
BalasHapushttps://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-tabanan-bali/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-klungkung-bali/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-bima/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-tuban/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-tulungagung/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-mataram/