A.
Aborsi
1. Pengertian
Aborsi
Aborsi adalah
keluarnya atau dikeluarkannya hasil konsepsi dari kandungan seorang ibu sebelum
waktunya. Aborsi atau abortus dapat terjadi secara spontan dan aborsi buatan.
Aborsi secara spontan merupakan mekanisme alamiah keluarnya hasil konsepsi yang
abnormal (keguguran). Sedangkan abortus buatan atau juga disebut terminasi
kehamilan, yang mempunyai dua macam yakni bersifat legal (Abortus provocatus therapeuticus) yang dilakukan berdasarkan
indikasi medik dan bersifat illegal (Abortus
provocatus criminalis) yang dilakukan berdasarkan indikasi nonmedik
(Notoatmodjo, 2010).
2.
Macam
Aborsi.
Menurut Kusmiran
(2011) aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a.
Abortus spontaneus (yang tidak
disengaja) terjadi apabila ibu mengalami trauma berat akibat penyakit menahun,
kelainan saluran reproduksi, atau kondisi patologis lainnya.
b.
Abortus provocatus (buatan) ialah pengguguran kandungan
yang dilakukan secara sengaja. Pengguguran jenis ini dibedakan lagi menjadi dua
bagian, yaitu:
a)
Abortus provocatus therapeuticus, yaitu jika terdapat indikasi bahwa
kehamilan dapat membahayakan atau mengancam nyawa ibu apabila kehamilan itu
berlanjut.
b)
Abortus provocatus criminalis, yaitu pengguguran kandungan yang
dilakukan secara sengaja tanpa mempunyai alasan kesehatan (medis).
3.
Metode Aborsi
Menurut Kusmiran (2011) dalam tindakan aborsi dikenal 4 metode dasar
terminasi kehamilan atau aborsi. Metode tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Kuretase
atau pengerokkan dengan sendok kuret ataupun vakum karet pada dinding rahim
tempat menempelnya janin. Cara ini membutuhkan ketrampilan khusus karena
komplikasi yang terjadi akibat kesalahan tindakan tersebut dapat merugikan dan
cenderung mematikan.
b.
Memasukkan
cairan NaCl hipertonis pada lapisan amnion untuk melepaskan janin dari dinding
rahim.
c.
Pemberian
Prostaglandin
melalui
pembuluh darah arteri, cairan amnion, dan memasukkannya lewat vagina dan uterus
dengan dosis tertentu.
d.
Dengan melakukan vacum aspiration, yaitu menggunakan
semacam selang plastik berdiameter tertentu untuk mengisap janin dari rongga
rahim.
4. Penyebab
Aborsi
Salah
satu alasan yang sering diungkapkan oleh perempuan yang mengupayakan aborsi
adalah bahwa mereka sudah mencapai jumlah anak yang diinginkan. Selain itu,
banyak dari perempuan yang belum menikah melakukan aborsi karena mereka ingin
meneruskan pendidikanya sebelum mereka menikah. Dalam salah satu
penelitian ditemukan bahwa hanya 4% dari klien yang melakukan aborsi mengakhiri
kehamilannya karena alasan untuk menjaga kesehatan fisik mereka (Guttmacher Institute, 2008).
Faktor yang mendorong pelaku dalam melakukan tindakan abortus
provocatus menurut Ekotama (2001) yaitu: kehamilan sebagai akibat hubungan kelamin diluar perkawinan, alasan-alasan sosio ekonomis, anak sudah cukup banyak, belum mampu punya anak, kehamilan akibat perkosaan.
5. Risiko Aborsi
Menurut Kusmiran (2011) risiko
yang timbul akibat aborsi yaitu:
a.
Risiko kesehatan dan
keselamatan fisik
Pada saat
melakukan dan setelah melakukan aborsi, ada beberapa risiko yang akan dihadapi
seorang wanita,
diantaranya adalah kematian
mendadak karena pendarahan hebat atau karena pembiusan yang gagal, kematian secara lambat
akibat infeksi serius di sekitar kandungan, rahim yang robek(uterine
perforation), kerusakan
leher rahim yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, kanker payudara(karena ketidakseimbangan
hormon estrogen pada
wanita), kanker indung telur (ovarium cancer), kanker rahim (cervical cancer),
kanker hati(liver cancer),
kelainan pada plasenta (placenta previa), menjadi mandul/ tidak
mampu memiliki keturunan lagi(etopic preenancy), infeksi rongga panggul
(pelvic inflammatory diseasa) dan infeksi pada lapisan rahim (enometriosis).
b.
Risiko psikologis
Perasaan sedih
karena kehilangan bayi,
beban batin akibat timbulnya perasaan bersalah, penyesalan yang dapat
mengakibatkan depresi,
kehilangan harga diri, trauma berhubungan
seksual, hilangnya kepercayaan diri, risiko psikososial, diasingkan oleh
masyarakat, tekanan
dari masyarakat akan keberadaannya, dikucilkan dari keluarga, mendapat celaan dari
orang-orang sekitar.
c.
Risiko masa depan
remaja dan janin yang dikandung
Timbulnya gangguan
kesuburan atau infertilisasi,
menjalani hidup di penjara bila diketahui melakukan
aborsi, masa
depan yang suram, masa
depan janin sendiri terputus seketika saat aborsi itu.
B.
Etika dan hukum
Etika
adalah aturan bertindak atau berperilaku dalam suatu masyarakat tertentu atau
komunitas. Sedangkan hukum adalah aturan berperilaku masyarakat dalam suatu
masyarakat atau negara yang ditentukan atau dibuat oleh para pemegang otoritas
atau pemerintah negara, dan tertulis. Di bidang kesehatan, terdapat etika
profesi dan hukum kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban para tenaga
kesehatan (Notoatmojo, 2010).
Untuk
menduduki tugas dan fungsi sesuai dengan jenis tenaga kesehatan, maka tenaga
kesehatan harus mempunyai kemampuan atau keterampilan sesuai dengan jenis dan
kualifikasi tenaga kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, dalam Peraturan Pemerintah No.
32 Tahun 1996 diatur ketentuan sebagai berikut.
a. Tenaga
Kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang
dinyatakan dengan ijazah
dari
lembaga atau institusi pendidikan.
b. Tenaga
Kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki izin dari menteri. Persyaratan ini dikecualikan bagi
tenaga kesehatan masyarakat.
c. Selain
izin dari menteri, bagi tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga
pendidikan di luar negeri harus melakukan adaptasi terlebih dahulu di fakultas atau lembaga pendidikan
dokter negeri
di Indonesia (Notoatmijdo,
2010).
Para tenaga atau petugas
kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terikat pada etika dan hukum,
atau etika dan hukum kesehatan. Sebagai pelayan kesehatan masyarakat, perilaku
petugas kesehatan harus tunduk pada :
1.
Etika Profesi Kesehatan
Etika profesi
merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi
tertentu dalam memberikan pelayanan atau jasa kepada masyarakat. Etika profesi
kesehatan adalah norma-norma atau perilaku bertindak bagi petugas atau profesi
kesehatan dalam melayani kesehatan masyarakat. kode etik profesi dibuat untuk
mengatur perilaku masing-masing profesi atau tenaga kesehatan. Kode etik
profesi adalah suatu aturan tertulis tentang kewajiban yang harus dilakukan
oleh semua anggota profesi dalam menjalankan pelayanannya terhadap masyarakat.
Kode etik ini mengatur kewajiban-kewajiban anggota. Agar setiap profesi kesehatan
senantiasa berpegang teguh dan berperilaku sesuai dengan kehormatan profesinya,
maka sebelum menjalankan tugas profesinya diwajibkan mengangkat sumpah, sebagai
janji profesi baik untuk umum (kemanusiaan), untuk pasien, teman sejawat, dan
untuk diri sendiri. Sumpah dan atau janji ini oleh masing-masing profesi telah
dirumuskan secara cermat (Notoatmodjo, 2010).
a.
Lafal sumpah atau janji dokter
Demi Allah saya bersumpah/berjanji:
a)
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
b)
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
jabatan kedokteran.
c)
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
d)
Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat.
e)
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai dokter.
f)
Saya akan tidak mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu
yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
g)
Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.
h)
Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap
penderita.
i)
Saya akan menghormati setiap hidup insan mulai dari saat pembuahan.
j)
Saya akan memberikan kepada guru-guru dan rekan guru-guru saya
penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya.
k)
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri
ingin diperlakukan.
l)
Saya akan menaati dan mengamalkan kode etik kedokteran Indonesia.
m)
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertruhkan
kehormatan diri saya.
b.
Lafal sumpah atau janji sarjana keperawatan
Demi Allah saya
bersumpah/berjanji bahwa:
a)
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang keperawatan.
b)
Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai martabat
dan tradisi luhur jabatan keperawatan.
c)
Saya akan merahasiakan sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya
dan keilmuan saya sebagai sarjana keperawatan.
d)
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan keperawatan
untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.
e)
Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial.
f)
Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsafan (Hanafiah, 1999).
2. Hukum kesehatan
Hukum
adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Hidup dalam suatu masyarakat atau
Negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis yang disebut hukum. Hukum
tertulis dikelompokan menjadi dua, yakni hukum perdata dan hukum pidana. Hukum
pidana adalah mengatur hubungan antara subjek dan subjek dalam konteks hidup
bermasyarakat dalam suatu negara. Dalam hukum pidana selalu terkait antara
seseorang yang melanggar hukum dengan penguasa (dalam hal ini pemerintah) yang
mempunyai kewenangan menjatuhkan hukuman. Dalam hukum pidana atau peraturan
mengenai hukuman, kedudukan pemerintah lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat sebagai subjek hukum. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum
yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapannya (Notoatmodjo, 2010). Dalam
perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang
yaitu KUHP & UU Kesehatan
No. 36 Tahun 2009 yaitu:
Pasal
75
(1)
Setiap
orang dilarang melakukan aborsi.
(2)
Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.
indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan;
atau
b.
kehamilan
akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
(3)
Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konselin dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
76
Aborsi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam)
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis.
b.
Oleh
tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c.
Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d.
Dengan
izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh menteri.
Pasal
77
Pemerintah wajib
melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
194
Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sumber: (Konsil
Kedokteran Indonesia, 2008).
Secara hukum, pengguguran
kandungan dengan alasan non-medis dilarang keras. Tindakan yang berkenaan
dengan pelaksanaan aborsi meliputi melakukan, menolong, atau menganjurkan
aborsi (Kusmiran, 2011). Tindakan ini diancam hukum pidana seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yaitu sebagai berikut:
Pasal 346 KUHP
“Seseorang perempuan yang sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungannya diancam dengan pidana penjara sebesar-besarnya
selama 4 tahun”.
Pasal ini merupakan saksi pidana
aborsi yang ditujukan terhadap si ibu yang mengandung sendiri (Lestari, 2009).
Pasal 347 KUHP
1) Barangsiapa dengan
sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
Pasal ini merupakan kejahatan
pengguguran kandungan yang dilakukan tanpa persetujuan perempuan yang
mengandung. Dalam hal ini perempuan tersebut tidak dapat dipidana (Lestari,
2009).
Pasal 348 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Dapat
disimpulkan pasal tersebut menjelaskan tentang kejahatan pengguguran kandungan
yang dilakukan atas persetujuan perempuan yang mengandung. Jadi dengan adanya persetujuan
bersama dalam melakukan kejahatan aborsi maka kedua pelakunya dapat dikenai sanksi pidana (Lestari,
2009).
Jika aborsi
dilakukan dengan bantuan tenaga medis maka ancaman hukumannya diatur dalam
Pasal 349 KUHP. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut. “Jika seorang dokter,
bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346,
ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan”
(Lestari, 2009).
Pasal 535
KUHP
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana
untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian
itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-blitar/
BalasHapushttps://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-jogja/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-gresik/
https://jualobataborsi.apotiksegienam.com/jual-obat-aborsi-di-sidoarjo/