Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis yang ditularkan melalui udara (percikan dahak penderita TB).
Ketika seseorang yang sakit TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka
memercikan kuman TB atau bacili ke
udara. Seseorang dapat terpapar TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB.
Sebagian besar pasien TB adalah usia produktif (15-55 tahun) .
Seseorang yang terdiagnosa TB dengan status TB BTA (Bacil tahan asam) positif dapat
menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya.
Berdasarkan info dari WHO, sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB.
Seseorang yang tertular kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman TB dapat
menjadi tidak aktif selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel
berupa lapisan lilin yang tebal. Bila system kekebaan tubuh seseorang menurun,
kemungkinan menjadi sakit TB menjadi lebih besar. Menurut WHO, jumlah penderita
TB yang melimpah membuat Indonesia masuk negara dengan jumlah penderita TB
terbanyak ke 5 di dunia .
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis
dengan bercak darah
sputum atau dahak,
demam,
berkeringat di malam
hari, dan berat badan turun.
Dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang
terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan karena berkurangnya nafsu
makan. Selain itu timbul nyeri dada dan sesak nafas. Apabila TB sudah parah
maka dapat menimbulkan kerusakan paru-paru .
TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan namun
memerlukan upaya dan tindakan dalam prosesnya. Diagnosis awal berupa
pemeriksaan fisik terutama pada bagian paru-paru dan dada. Selanjutnya
pemeriksaan dilakukan dengan bantuan foto rontgen pada bagian data, pemeriksaan
dahak dan darah penderita dengan test laboratorium serta pemeriksaan dengan tes
tuberculin (mantoux/PPD). Pengobatan infeksi TB adalah jenis pengobatan
penyakit jangka panjang, biasanya lama pengobatan 3-9 bulan dan penderita harus
meminum paling sedikit 3 macam obat. Selama pengobatan, penderita harus tekun,
disiplin meminum obat dan secara rutin melakukan kontrol ke dokter untuk
memastikan progres pengobatan hingga pasien dianggap benar-benar sembuh total.
Setelah penderita TB meminum obat 2 sampai dengan 3 bulan biasanya
gejala-gejala TB akan hilang dan hal ini yang menjadi faktor penyebab malasnya
penderita meminum obat dan melakukan kontrol ke dokter secara rutin. Jika
penderita malas minum obat dan melakukan control, akan membuat proses
pengobatan TB menjadi tidak tuntas serta obat-obatan yang digunakan untuk
pengobatan menjadi tidak mempan terhadap kuman/bakteri TBC (resisten).
Selanjutnya kuman TBC harus diobati dengan obat-obatan lain yang lebih keras
dengan harga yang lebih mahal.
Pengobatan
penyakit TBC jangka panjang biasanya menimbulkan dampak dan efek samping bagi
penderita. Efek samping tersebut biasanya berupa nyeri perut, gangguan
penglihatan dan pendengaran. Selain itu, urine yang keluar waktu kencing
seperti air kopi, demam tinggi, muntah, timbul gatal-gatal dan warna kemerahan
pada kulit, timbul rasa panas pada bagian kaki dan tangan, badan lemas, serta
mata dan kulit kuning. Oleh karenanya penting bagi pasien untuk melakukan
kontrol secara rutin dan menyampaikan segala efek samping yang timbul kepada
dokter, sehingga dokter dapat memantau progres pengobatan dan menyesuaikan
dosis, mengganti obat dengan jenis obat lain bahkan jika diperlukan dokter
dapat melakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan samapai dengan proses
pengobatan penyakit TBC benar-benar tuntas. Pengobatan ini biasanya secara
keseluruhan dilaksanakan selama 6-8 bulan.
PERKEMBANGAN
PENYAKIT TB DI INDONESIA
Tuberculosa mulai
ditemukan di Indonesia sejak tahun 1908, yaitu pada zaman pemerintahan Belanda.
Pada masa ini tidak diketahui jumlah penderitanya, karena penanganan dilakukan
seadanya oleh central swasta. Kemudian
pada tahun 1933 Pemerintah Belanda mulai berbenah dengan mendirikan yayasan “Stichting Centrale
Vereninging Bestrijding der Tuberculose”
(SCTV) untuk menangani kasus TB yang menyerang pasukan Belanda .
Setelah
Indonesia merdeka mulai dilakukan pengamatan serius mengenai perkembangan
penyakit TB di Indonesia yakni dimulai dengan pendirian balai-balai
pemberantasan penyakit tuberculosa (BP4). Pengamatan kasus TB di Indonesia mendapatkan
hasil sebagai berikut .
ü Tahun
1908, prevalensi kasus TB tidak diketahui dikarenakan penangan kasus TB di
Indonesia masih belum dimulai. Pada tahun ini Indonesia masih dijajah Belanda.
ü Tahun
1933, prevalensi kasus TB tidak diketahui karena Balai Pengobatan yang
didirikan Belanda masih hanya mencakup kepentingan mereka dan tidk adanya
penyebarluasan informasi.
ü Tahun
1933 -1942 prevalensi kasus TB masih belum diketahui dikarenakan Balai
Pengobatan yang didirikan Belanda masih hanya mencakup kepentingan mereka dan
tidk adanya penyebarluasan informasi.
ü Tahun
1942 prevalensi kasus TB masih belum diketahui. Hal ini diperparah dengan masa
peendudukan Jepang yang mengakibatkan tidak adanya penangangan baik preventif
maupun kuratif oleh pemerintah Jepang.
ü Tahun
1990, prevalensi kasus TB sebesar 443 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 343 per 100.000. Angka kematian mencapai 92 kasus per 100.000
ü Tahun
1995, prevalensi kasus TB sebesar 483 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 205 per 100.000. Angka kematian mencapai 61 kasus per 100.000
ü Tahun
2000, prevalensi kasus TB sebesar 474 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 204 per 100.000. Angka kematian mencapai 55 kasus per 100.000
ü Tahun
2005, prevalensi kasus TB sebesar 369 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 199 per 100.000. Angka kematian mencapai 38 kasus per 100.000
ü Tahun
2008, prevalensi kasus TB sebesar 253 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 189 per 100.000. Angka kematian mencapai 38 kasus per 100.000.
ü Tahun
2009, prevalensi kasus TB sebesar 244 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 228 per 100.000. Angka kematian mencapai 39 kasus per 100.000.
ü Tahun
2010, prevalensi kasus TB sebesar 306 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 189 per 100.000. Angka kematian mencapai 28 kasus per 100.000.
ü Tahun
2011, prevalensi kasus TB sebesar 301 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 187 per 100.000. Angka kematian mencapai 27 kasus per 100.000.
ü Tahun
2012, prevalensi kasus TB sebesar 297 per 100.000 dan insidensi untuk semua
tipe TB adalah 185 per 100.000. Angka kematian mencapai 27 kasus per 100.000.
Total kasus baru TB dilaporkan sebanyak 450 ribu per tahun
dan prevalensi sekitar 690 ribu per tahun, seperti dilaporkan oleh Organisasi
PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global
Report 2011 (WHO, 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar