Kamis, 19 Desember 2013

TB

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara (percikan dahak penderita TB). Ketika seseorang yang sakit TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikan kuman TB atau bacili ke udara. Seseorang dapat terpapar TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Sebagian besar pasien TB adalah usia produktif (15-55 tahun) .

Seseorang yang terdiagnosa TB dengan status TB BTA (Bacil tahan asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. Berdasarkan info dari WHO, sepertiga dari populasi dunia sudah tertular TB. Seseorang yang tertular kuman TB belum tentu menjadi sakit TB. Kuman TB dapat menjadi tidak aktif selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu dinding sel berupa lapisan lilin yang tebal. Bila system kekebaan tubuh seseorang menurun, kemungkinan menjadi sakit TB menjadi lebih besar. Menurut WHO, jumlah penderita TB yang melimpah membuat Indonesia masuk negara dengan jumlah penderita TB terbanyak ke 5 di dunia .
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan turun. Dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan karena berkurangnya nafsu makan. Selain itu timbul nyeri dada dan sesak nafas. Apabila TB sudah parah maka dapat menimbulkan kerusakan paru-paru .
TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan namun memerlukan upaya dan tindakan dalam prosesnya. Diagnosis awal berupa pemeriksaan fisik terutama pada bagian paru-paru dan dada. Selanjutnya pemeriksaan dilakukan dengan bantuan foto rontgen pada bagian data, pemeriksaan dahak dan darah penderita dengan test laboratorium serta pemeriksaan dengan tes tuberculin (mantoux/PPD). Pengobatan infeksi TB adalah jenis pengobatan penyakit jangka panjang, biasanya lama pengobatan 3-9 bulan dan penderita harus meminum paling sedikit 3 macam obat. Selama pengobatan, penderita harus tekun, disiplin meminum obat dan secara rutin melakukan kontrol ke dokter untuk memastikan progres pengobatan hingga pasien dianggap benar-benar sembuh total. Setelah penderita TB meminum obat 2 sampai dengan 3 bulan biasanya gejala-gejala TB akan hilang dan hal ini yang menjadi faktor penyebab malasnya penderita meminum obat dan melakukan kontrol ke dokter secara rutin. Jika penderita malas minum obat dan melakukan control, akan membuat proses pengobatan TB menjadi tidak tuntas serta obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan menjadi tidak mempan terhadap kuman/bakteri TBC (resisten). Selanjutnya kuman TBC harus diobati dengan obat-obatan lain yang lebih keras dengan harga yang lebih mahal.
Pengobatan penyakit TBC jangka panjang biasanya menimbulkan dampak dan efek samping bagi penderita. Efek samping tersebut biasanya berupa nyeri perut, gangguan penglihatan dan pendengaran. Selain itu, urine yang keluar waktu kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah, timbul gatal-gatal dan warna kemerahan pada kulit, timbul rasa panas pada bagian kaki dan tangan, badan lemas, serta mata dan kulit kuning. Oleh karenanya penting bagi pasien untuk melakukan kontrol secara rutin dan menyampaikan segala efek samping yang timbul kepada dokter, sehingga dokter dapat memantau progres pengobatan dan menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan jenis obat lain bahkan jika diperlukan dokter dapat melakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan samapai dengan proses pengobatan penyakit TBC benar-benar tuntas. Pengobatan ini biasanya secara keseluruhan dilaksanakan selama 6-8 bulan.
 PERKEMBANGAN PENYAKIT TB DI INDONESIA
Tuberculosa mulai ditemukan di Indonesia sejak tahun 1908, yaitu pada zaman pemerintahan Belanda. Pada masa ini tidak diketahui jumlah penderitanya, karena penanganan dilakukan seadanya oleh central swasta.  Kemudian pada tahun 1933 Pemerintah Belanda mulai berbenah dengan mendirikan yayasan “Stichting Centrale Vereninging Bestrijding der Tuberculose” (SCTV) untuk menangani kasus TB yang menyerang pasukan Belanda .
 Setelah Indonesia merdeka mulai dilakukan pengamatan serius mengenai perkembangan penyakit TB di Indonesia yakni dimulai dengan pendirian balai-balai pemberantasan penyakit tuberculosa (BP4). Pengamatan kasus TB di Indonesia mendapatkan hasil sebagai berikut .
ü  Tahun 1908, prevalensi kasus TB tidak diketahui dikarenakan penangan kasus TB di Indonesia masih belum dimulai. Pada tahun ini Indonesia masih dijajah Belanda.
ü  Tahun 1933, prevalensi kasus TB tidak diketahui karena Balai Pengobatan yang didirikan Belanda masih hanya mencakup kepentingan mereka dan tidk adanya penyebarluasan informasi.
ü  Tahun 1933 -1942 prevalensi kasus TB masih belum diketahui dikarenakan Balai Pengobatan yang didirikan Belanda masih hanya mencakup kepentingan mereka dan tidk adanya penyebarluasan informasi.
ü  Tahun 1942 prevalensi kasus TB masih belum diketahui. Hal ini diperparah dengan masa peendudukan Jepang yang mengakibatkan tidak adanya penangangan baik preventif maupun kuratif oleh pemerintah Jepang.
ü  Tahun 1990, prevalensi kasus TB sebesar 443 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 343 per 100.000. Angka kematian mencapai 92 kasus per 100.000
ü  Tahun 1995, prevalensi kasus TB sebesar 483 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 205 per 100.000. Angka kematian mencapai 61 kasus per 100.000
ü  Tahun 2000, prevalensi kasus TB sebesar 474 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 204 per 100.000. Angka kematian mencapai 55 kasus per 100.000
ü  Tahun 2005, prevalensi kasus TB sebesar 369 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 199 per 100.000. Angka kematian mencapai 38 kasus per 100.000
ü  Tahun 2008, prevalensi kasus TB sebesar 253 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 189 per 100.000. Angka kematian mencapai 38 kasus per 100.000.
ü  Tahun 2009, prevalensi kasus TB sebesar 244 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 228 per 100.000. Angka kematian mencapai 39 kasus per 100.000.
ü  Tahun 2010, prevalensi kasus TB sebesar 306 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 189 per 100.000. Angka kematian mencapai 28 kasus per 100.000.
ü  Tahun 2011, prevalensi kasus TB sebesar 301 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 187 per 100.000. Angka kematian mencapai 27 kasus per 100.000.
ü  Tahun 2012, prevalensi kasus TB sebesar 297 per 100.000 dan insidensi untuk semua tipe TB adalah 185 per 100.000. Angka kematian mencapai 27 kasus per 100.000.
Total kasus baru TB dilaporkan sebanyak 450 ribu per tahun dan prevalensi sekitar 690 ribu per tahun, seperti dilaporkan oleh Organisasi PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Report 2011 (WHO, 2011).
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar